ULASAN FILM

“Rich Flu”: Ketika Kekayaan Menjadi Ancaman


menit

menit

/

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia menyaksikan ketimpangan ekonomi yang semakin nyata. Pandemi, perubahan iklim, dan krisis geopolitik telah memperlihatkan bagaimana uang bisa menjadi tameng sekaligus beban. Namun, bagaimana jika justru kekayaan yang selama ini dianggap sebagai perlindungan berubah menjadi ancaman terbesar? Film Rich Flu hadir dengan gagasan unik dan provokatif: sebuah virus misterius yang hanya menjangkiti para orang kaya, menciptakan kepanikan global yang membalikkan tatanan sosial secara drastis.

Di tengah maraknya film bertema bencana dan epidemi, Rich Flu menawarkan pendekatan yang belum pernah dieksplorasi sebelumnya. Jika kebanyakan cerita menggambarkan pandemi sebagai ancaman bagi semua manusia tanpa pandang bulu, film ini justru membalik konsep tersebut: hanya mereka yang memiliki kekayaan yang terancam nyawa. Ide ini membuka ruang diskusi tentang bagaimana dunia menilai kekayaan dan ketimpangan sosial.

Sutradara Galder Gaztelu-Urrutia, yang sebelumnya sukses dengan The Platform, kembali mengangkat isu ketidakadilan ekonomi dalam konteks yang lebih luas. Dalam sebuah wawancara, ia mengatakan: “Saya ingin mempertanyakan hubungan kita dengan uang. Bagaimana jika sesuatu yang selama ini kita anggap sebagai simbol kekuatan malah menjadi sumber ketakutan terbesar kita?” Pernyataan ini merangkum dengan tepat pesan utama film: bahwa kekayaan tidak selalu berarti keamanan, dan dalam kondisi ekstrem, uang bisa kehilangan seluruh nilainya.

Film ini mengikuti perjalanan Laura (Mary Elizabeth Winstead), seorang eksekutif kaya yang sedang menuju puncak sukses dalam industri film. Namun, ketika virus misterius mulai menyerang para miliarder, dunia tiba-tiba berubah. Para taipan berlomba-lomba menjual aset mereka dengan harapan bisa menyelamatkan diri, menciptakan kekacauan ekonomi global. Harga saham anjlok, perusahaan raksasa runtuh, dan dalam hitungan minggu, kekayaan yang dulu dipuja berubah menjadi momok menakutkan.

Laura, yang awalnya menganggap dirinya aman, segera menyadari bahwa virus tersebut terus menyebar ke orang-orang yang masih memiliki kekayaan dalam jumlah besar. Bersama suaminya, Tony (Rafe Spall), dan putri mereka, Anna (Dixie Egerickx), ia dihadapkan pada pilihan sulit: melepaskan seluruh harta mereka atau mempertaruhkan nyawa. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan Sebastian Snail (Timothy Spall), seorang pria yang menawarkan perspektif baru tentang kehidupan tanpa uang—sebuah konsep yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh Laura.

Ketika sistem ekonomi dunia mulai runtuh, individu-individu kaya yang tersisa dipaksa untuk menanggalkan status mereka. Mereka yang pernah berada di puncak rantai sosial kini menjadi buronan, mencari perlindungan di tempat-tempat yang sebelumnya mereka anggap “tidak layak”. Di sinilah film ini menjadi semakin intens, menggambarkan bagaimana perubahan drastis dalam tatanan dunia dapat menggiring seseorang ke dalam krisis identitas dan moral.

Lebih dari sekadar thriller psikologis, Rich Flu mengajukan pertanyaan mendasar tentang nilai uang dalam kehidupan manusia. Bagaimana jika kekayaan yang selama ini menjadi kebanggaan justru menjadi penyebab kehancuran seseorang? Apakah seseorang tetap memiliki identitasnya jika semua asetnya diambil? Film ini memaksa penonton untuk merenungkan hubungan mereka sendiri dengan materi, dan apakah kita benar-benar bisa bertahan tanpa sistem ekonomi yang selama ini kita anggap sebagai pilar utama kehidupan.

Mary Elizabeth Winstead membawa kedalaman emosional yang kuat dalam perannya sebagai Laura, menampilkan perjalanan transformasi dari seorang individu yang sombong dan percaya diri menjadi seseorang yang harus mempertanyakan ulang seluruh nilai hidupnya. Kombinasi skenario yang cerdas dan sinematografi yang gelap menambah nuansa distopia yang melekat sepanjang film.

Menurut penulis naskah film ini, Pedro Rivero, “Kami ingin menyoroti bagaimana dunia bergantung pada uang, tetapi juga betapa rapuhnya sistem itu. Bagaimana jika satu elemen diubah, dan seluruh struktur runtuh?” Pendekatan ini menjadikan Rich Flu sebagai salah satu film paling menggugah tahun ini—bukan hanya sebagai tontonan menghibur, tetapi juga sebagai bahan refleksi sosial yang kuat.

Saat film mencapai klimaksnya, Laura berdiri di antara orang-orang yang telah kehilangan segalanya, menatap ke langit dengan ekspresi campuran antara keputusasaan dan harapan. Dunia lama telah hancur, tetapi apakah dunia baru yang lebih adil benar-benar bisa lahir?

Rich Flu meninggalkan penonton dengan pertanyaan besar: Jika dunia tanpa uang benar-benar terjadi, apakah kita siap menghadapinya?


Anda mungkin suka:


Komentar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *