Dalam film “The Order” (2024), sutradara Justin Kurzel mengajak penonton menyusuri lorong gelap sejarah Amerika Serikat, tepatnya pada era 1980-an, ketika kelompok supremasi kulit putih bernama The Order melakukan serangkaian kejahatan untuk memicu perang rasial. Berdasarkan buku non-fiksi “The Silent Brotherhood” karya Kevin Flynn dan Gary Gerhardt, film ini tidak sekadar menyajikan kisah kriminal, tetapi juga menggali bagaimana ideologi kebencian dapat tumbuh subur di tengah masyarakat yang terpecah.
Jude Law memerankan Terry Husk, seorang agen FBI veteran yang ditugaskan menyelidiki serangkaian perampokan dan pemboman di Pacific Northwest. Penyelidikan membawanya pada Bob Mathews (Nicholas Hoult), pemimpin karismatik The Order yang terinspirasi oleh novel fiksi ekstremis “The Turner Diaries”. Mathews dan kelompoknya tidak hanya melakukan kejahatan untuk keuntungan finansial, tetapi juga untuk mendanai dan memicu revolusi melawan pemerintah federal.
Husk, bersama agen Joanna Carney (Jurnee Smollett) dan deputi sheriff Jamie Bowen (Tye Sheridan), berusaha membongkar jaringan The Order. Namun, mereka menghadapi tantangan besar karena kelompok ini memiliki struktur yang rapi dan dukungan dari simpatisan yang tersebar di berbagai wilayah. Ketegangan memuncak saat mereka menyadari bahwa tindakan The Order bukan sekadar kejahatan, tetapi bagian dari rencana besar untuk menggulingkan tatanan negara.
Kurzel, yang dikenal melalui film-film seperti “Snowtown” dan “Nitram”, kembali menunjukkan kemampuannya dalam menggambarkan kekerasan dengan realisme yang menggugah. Cinematografi Adam Arkapaw menangkap lanskap Pacific Northwest dengan nuansa suram, mencerminkan atmosfer ketegangan dan ketakutan yang menyelimuti cerita. Skor musik dari Jed Kurzel menambah lapisan emosional, memperkuat suasana mencekam tanpa mendominasi narasi.
Dalam wawancara, Kurzel menyatakan, “Pada tanggal 6 Januari 2021, tali digantung di depan Gedung Capitol yang meniru pemberontakan fiksi dari novel ‘The Turner Diaries’ tahun 1970-an, rencana induk pertama terorisme domestik di Amerika.” Pernyataan ini menekankan relevansi film dengan kondisi sosial-politik saat ini, di mana ideologi ekstremis kembali mencuat ke permukaan.
Penampilan Law sebagai Husk mendapat pujian karena berhasil menampilkan sosok agen yang lelah namun tetap berkomitmen pada tugasnya. Sementara itu, Hoult memberikan performa yang mengesankan sebagai Mathews, menggambarkan bagaimana seseorang dapat terjerumus ke dalam ideologi kebencian dengan keyakinan yang mengerikan. Keduanya berhasil menciptakan dinamika antagonis yang mendalam, memperkuat tema konflik ideologis dalam film.
Film ini juga mengajak penonton merenungkan bagaimana faktor-faktor seperti ketidakpuasan sosial, isolasi, dan propaganda dapat mendorong individu untuk bergabung dengan kelompok ekstremis. Melalui karakter Mathews, ditunjukkan bagaimana retorika kebencian dapat membungkus dirinya dalam narasi heroik, menarik simpati dan loyalitas dari mereka yang merasa terpinggirkan.
Meskipun beberapa kritik menyebutkan bahwa film ini menggunakan formula cerita detektif yang sudah umum, kekuatan “The Order” terletak pada kemampuannya mengaitkan peristiwa sejarah dengan isu kontemporer. Dengan mengangkat kisah nyata tentang kelompok teroris domestik, film ini menjadi pengingat akan bahaya ideologi kebencian yang dapat tumbuh kapan saja dan di mana saja.
Ketika film berakhir, penonton dibiarkan dengan pertanyaan: apakah kita benar-benar telah belajar dari sejarah, atau justru mengulanginya dalam bentuk yang berbeda? “The Order” tidak memberikan jawaban pasti, tetapi mendorong refleksi mendalam tentang kondisi masyarakat kita saat ini.
Dalam adegan terakhir, Husk berdiri di tengah hutan yang sunyi, memandangi sisa-sisa kamp The Order yang telah ditinggalkan. Angin berhembus pelan, membawa suara-suara samar dari masa lalu. Di kejauhan, terdengar suara langkah kaki yang mendekat, namun sosoknya tak pernah terlihat. Apakah itu bayangan masa lalu yang belum sepenuhnya hilang, atau ancaman baru yang mulai muncul? Film ini berakhir dengan ketidakpastian yang menggantung, mengajak penonton untuk tetap waspada dan tidak lengah terhadap bahaya yang mungkin tersembunyi di balik ketenangan.




Leave a Reply