Kalau suka film kriminal yang penuh aksi tapi tetap terasa ringan dan manusiawi, Bandit (2022) bisa banget masuk daftar tonton. Film yang diangkat dari kisah nyata ini menggabungkan kecerdikan seorang perampok, gaya hidup ganda, dan sisi emosional dari kehidupan keluarga yang dia coba jaga—semua dikemas dengan alur cepat dan dialog yang nggak ngebosenin.
Ceritanya berpusat pada Gilbert Galvan Jr., seorang narapidana asal Amerika yang kabur dari penjara dan nyebrang ke Kanada buat memulai hidup baru. Dengan identitas palsu sebagai Robert Whiteman, dia awalnya coba hidup lurus, bahkan sempat menjual alat pemanas pintu buat bertahan hidup. Tapi, hidup di negeri orang nggak semudah yang dibayangkan, apalagi ketika uang makin tipis dan lapangan kerja makin sempit.
Nah, di sinilah titik baliknya. Alih-alih kerja kantoran atau usaha kecil-kecilan, Robert—atau Gilbert, sebenarnya—memutuskan buat jadi perampok bank. Tapi bukan sembarang perampok. Dia nggak pakai kekerasan, nggak brutal, dan super rapi. Dia perhitungkan waktu, kostum penyamaran, bahkan cara kabur secepat mungkin. Kadang dia nyamar sebagai satpam, kadang sebagai pebisnis, dan selalu berhasil bikin orang-orang percaya dia bukan siapa-siapa. Keahliannya ini sampai bikin media Kanada menjulukinya “The Flying Bandit” karena dia sering naik pesawat kecil buat merampok lintas provinsi.
Di balik aksinya yang nekat dan jenius, ada sisi Gilbert yang manusiawi dan bikin simpati. Dia jatuh cinta pada Andrea (diperankan Elisha Cuthbert), seorang wanita yang bekerja di tempat penampungan tunawisma. Mereka akhirnya menikah dan punya anak. Ini jadi sisi emosional film yang nggak bisa diremehin. Gilbert bener-bener sayang sama keluarganya dan berusaha keras buat menyembunyikan “pekerjaan” aslinya dari mereka. Dia ingin hidup normal, jadi suami dan ayah yang baik, tapi dunia yang dia pilih justru makin menarik dia ke dalam lingkaran kriminal yang lebih dalam.
Salah satu bagian menarik dari film ini adalah cara Gilbert menjaga keseimbangan antara dua kehidupan yang sangat kontras. Di satu sisi, dia suami penuh kasih yang bantu istrinya membesarkan anak. Di sisi lain, dia perampok bank yang masuk daftar buronan nasional. Ada ketegangan psikologis yang kerasa banget tiap kali dia harus kembali ke rumah dengan wajah polos, seolah nggak terjadi apa-apa. Dan yang bikin makin rumit, Andrea nggak tahu apa pun soal identitas aslinya atau kegiatan kriminalnya. Sisi ini bikin penonton terus bertanya: kapan semuanya akan terbongkar?
Josh Duhamel tampil gemilang sebagai Gilbert. Dia berhasil nunjukin sisi charming, lucu, tapi juga penuh konflik batin dari karakternya. Bahkan saat karakternya ngelakuin sesuatu yang jelas salah, penonton tetap bisa ngerasain dilema yang dia hadapi. Di satu sisi, dia pengen nyari uang demi keluarga. Di sisi lain, dia sadar hidup kayak gitu nggak bakal bisa bertahan lama.
Mel Gibson, sebagai Tommy, juga nggak kalah kuat. Karakternya adalah tokoh kriminal veteran yang bantu Gilbert dengan pembiayaan dan logistik, tapi punya prinsip-prinsip uniknya sendiri. Hubungan mereka semacam mentor dan murid yang saling bergantung tapi tetap penuh ketegangan.
Kalau dibandingkan sama film semacam Catch Me If You Can atau Blow, Bandit punya vibe yang lebih “membumi”. Catch Me If You Can berfokus pada kecerdikan seorang penipu muda yang main kucing-kucingan sama FBI, sementara Blow lebih kelam dengan cerita jatuh bangun di dunia narkoba. Bandit ada di tengah-tengah: nggak terlalu gelap, tapi tetap menegangkan, dan punya elemen komedi yang bikin suasana nggak terlalu berat. Tapi yang membedakan paling besar adalah fokus emosional terhadap keluarga. Bandit lebih banyak menggali konflik pribadi dan tekanan moral saat seseorang harus berpura-pura jadi suami teladan, padahal di balik itu menyimpan rahasia besar.
Secara teknis, film ini juga cukup solid. Pace-nya cepat, tapi nggak sampai bikin bingung. Sinematografinya nggak terlalu artsy, tapi cukup efektif buat menggambarkan perubahan setting dari satu kota ke kota lain. Musik latarnya juga pas, mendukung suasana tanpa terlalu mendominasi.
Yang bikin film ini standout adalah kombinasi antara narasi yang padat, karakter yang relatable, dan elemen real-life yang membuat semuanya terasa lebih nyata. Gilbert bukan penjahat jahat, dia lebih kayak seseorang yang terlalu pintar tapi salah pilih jalan. Ada bagian dari kita yang mungkin bisa relate dengan dorongan untuk cari jalan pintas, apalagi ketika kondisi hidup sedang menekan.
Di akhir cerita, seperti yang bisa ditebak, identitas Gilbert akhirnya terbongkar. Andrea pun mengetahui siapa dia sebenarnya. Ini jadi momen paling emosional karena akhirnya semua rahasia terbuka, dan keluarga yang selama ini dia jaga justru jadi pihak yang paling terluka. Tapi bahkan di titik itu, film tetap mempertahankan sisi manusiawi dari Gilbert. Dia bukan monster, dia cuma pria yang terlalu jauh menyamar sampai lupa kapan harus berhenti.
Kesimpulannya, Bandit adalah film kriminal yang bukan hanya seru, tapi juga punya kedalaman emosi dan karakter. Bukan cuma soal perampokan bank atau pengejaran polisi, tapi juga soal bagaimana seseorang bisa hidup dengan dua identitas—dan konsekuensi dari pilihan-pilihannya. Cocok buat yang suka kisah nyata, karakter kompleks, dan drama yang tetap terasa ringan. Film ini ngajak mikir, tapi juga tetap menghibur. Dan yang paling penting, bikin bertanya: seberapa jauh seseorang akan pergi demi kehidupan yang lebih baik?




Leave a Reply